Kamis, 20 Desember 2007

Idul Adha Momen Mengasah Keikhlasan


Besok pagi, Kamis 20 Desember umat Islam merayakan Idul Adha 1428 H. Ritus dalam hari raya ini selalu ditandai dengan penyembelihan hewan kurban apakah berupa kambing, sapi atau pun unta. Di saat seperti sekarang lalu lintas ternak besar antardaerah, antarkota meningkat secara tajam dan harganya pun cenderung naik. Kecenderungan pasar seperti ini wajar saja manakala banyak di antara anggota masyarakat yang mencoba peruntungan dalam perdagangan ternak. Mereka mengambil dari desa-desa kemudian dibawa ke kota untuk mendapatkan keuntungan sesaat yang mungkin dalam jumlah besar. Tanpa terasa perdagangan seperti ini tentu menghidupkan dinamisme ekonomi.

Dalam ritual Idul Adha kita mendapatkan banyak sekali pelajaran yang bukan semata-mata persoalan ibadah kepada Allah SWT. Awalnya memang sebuah perintah Allah SWT yang dengan keikhlasan luar biasa Nabi Ibrahim AS mencoba untuk memenuhinya. Sebuah perintah yang barangkali menurut ukuran manusia sangatlah naif, tetapi justru di situlah Allah tengah menguji seberapa besar derajat ketaqwaan dan keikhlasan seorang Ibrahim. Hanya Alla lah yang bisa mengukur tingkat keikhlasan Ibrahim, dan karena itu hanya Dia lah yang berhak untuk menilainya. Sungguh sebuah ajaran yang maha dahsyat di mana ketaqwaan itu selalu berlandaskan keikhlasan.

Tanpa keikhlasan, maka ketaqwaan yang muncul barangkali adalah semu yang tidak akan menyentuh esensinya sama sekali. Ibadah yang hanya memenuhi syariat tanpa beralaskan ikhlas hanya akan menghasilkan ritual seolah-olah. Artinya, seolah-olah ibadah, seolah-olah berkurban tetapi sebenarnya hanya ingin memamerkan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai Allah. Maka, ibadah yang seperti itu bukan keikhlasan menjalankan perintah Allah melainkan hanya memenuhi keinginan dari nafsunya untuk memamerkan kepada sesamanya. Ibadah dengan niat pamer tentu saja memiliki nilai yang rendah di hadapan Allah, bahkan mungkin tidak mendapatkan nilai sama sekali.

Selain mendapatkan pelajaran tentang keikhlasan, umat Islam juga belajar tentang kesehatan ternak. Karena ternak yang harus dikurbankan tentulah yang memiliki derajat kesehatan optimal. Hewan-hewan itu harus terbebas dari penyakit-penyakit berbahaya misalnya penyakit kuku dan mulut, antrax, atau lainnya yang bisa mengancam kesehatan manusia. Hewan kurban yang sehat tentu saja ada ukuran-ukuran bakunya dan hanya mereka yang ahli bisa menilainya. Untuk berkurban dengan hewan yang sehat juga sangat dibutuhkan keikhlasan. Karena jika tanpa ikhlas, hanyalah hewan sakit yang ingin dikurbankan. Betapa ini sebuah ajaran penting yang bukan saja berdimensi pribadi tetapi juga sosial.

Lebih jauh dari sekadar ibadah pribadi, kurban juga mengajarkan tentang pemahaman terhadap sesama yang secara kebetulan berada dalam kekurangan. Mungkin di antara kita hanya pada saat tertentu saja mengkonsumsi daging, bahkan ada yang tidak pernah sama sekali. Dan, di saat seperti ini, umat Islam memberikan ruang yang lebih lebar untuk berbagi, mendistribusikan sebagian kecil kekayaannya agar dinikmati mereka yang berhak. Dan, di saat seperti ini Allah sebenarnya sedang menguji kepada umatnya untuk membuktikan keikhlasan berupa kerelaan untuk berbagi. Menjadi relevan sekali semangat ini direalisasi di tengah masih tingginya derajat kemiskinan di negeri ini.

Lebih jauh dari itu, semangat berkurban yang berbasis keikhlasan tentu saja bukan hanya terjadi di saat Idul Adha tiba, tetapi juga bisa dibuktikan dalam kehidupan keseharian kita. Betapa luar biasanya umat Islam manakala setiap individu umat memiliki kadar keikhlasan tinggi dalam banyak hal, terutama semangat berkurban untuk membantu sesama. Juga semangat berkurban untuk hal-hal yang besar menyangkut kehidupan berbangsa. Idul Adha juga mengajarkan tentang ketaqwaan sejati yang bisa diimplementasikan dengan rasa penuh kasih sayang, rasa wajib mengabdi kepada Allah, hidup dalam kesadaran dan keingatan kepada Allah, berkurban untuk Allah dan hidup selalu dalam keadaan syukur kepada Allah.

Selasa, 27 November 2007

lembutkan Hatimu Dengan Mengingat Mati

Saudaraku yang mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala, Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah sebuah perjalanan panjang menuju negeri keabadian.

Semoga kita digolongkan ke dalam orang-orang yang sadar dan mengerti harus bagaimana menjalani hidup ini agar terhindar dari kehidupan yang sia-sia dan tanpa makna.

Perjalanan ke sebuah negeri yang tiada akhirnya. Ingatlah wahai saudaraku perbekalan yang terbaik adalah ketakwaan kita (watazawwadu fainna khoirozzaadittaqwa) QS. 2:198. Yakni dengan amal shaleh yang ikhlas dan mutaaba’ah (sesuai sunnah Rasulullah u) yang menyertaimu ketika meninggalkan dunia ini untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kematian yang pasti.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati….” (QS. Al-Imran :185)

Memang wahai saudaraku. Perjalanan ini adalah menuju akhirat. Suatu perjalanan yang kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar berakhir pada kenikmatan surga. Bukan neraka. Karena keagungan perjalanan menuju hari akhir inilah Rasulullah bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Mutaffaqun ‘alaih)
maksudnya, jika kita mengetahui hakekat ajal yang akan menjemput kita dan kedahsyatan alam kubur, kegelapan hari kiamat dan segala kesedihannya, shirot (titian) dan segala rintangannya, surga dengan segala kenikmatannya, niscaya akan memberikan motivasi kepada kita untuk mengadakan perubahan. Berubah dari kefasikan dan kekafiran menjadi keimanan, dari kemunafikan menjadi istiqamah, dari keraguan menjadi keyakinan, dari kesombongan menjadi ketawadhu’an, dari rakus menjadi rasa syukur dan sederhana, dari pemarah dan pendendam menjadi kasih sayang dan memaafkan, dari kelicikan dan kesewenangan menjadi kejujuran dan keadilan, dari kedustaan menjadi kebenaran. Jadi, perubahan diri dari sifat dan watak syaithoni dan hewani, menjadi insan Islami harus segera di mulai.
Akan tetapi kita sering lupa atau berpura-pura lupa dengan perjalanan panjang tersebut, bahkan malah memilih dunia dengan segala perangkatnya, kemewahan, kecantikan, kekayaan, kedudukan yang semua nilainya disisi Allah S.W.T, tidak lebih dari sehelai sayap nyamuk!
Wahai yang tertipu oleh dunia…..!

Wahai yang sedang berpaling dari Allah S.W.T…!

Wahai yang sedang lengah dari ketaatan kepada Rabb-nya…!

Wahai yang nafsunya selalu menolak nasehat!!

Wahai yang selalu berangan-angan panjang!!!

Tidakkah engkau mengetahui bahwa kamu akan segera meninggalkan duniamu dan duniamu pula akan meninggalkanmu?

Mana rumahmu yang megah?

Mana pakaianmu yang indah?

Mana aroma wewangianmu?

Mana para pembantu dan familimu?

Mana wajahmu yang cantik dan tampan?

Mana kulitmu yang halus?

Mana….?! Mana….?!

Saat itu ulat dan cacing mengoyak-ngoyak dan mencerai-beraikan seluruh tubuhmu ….?!
Bersegeralah bersimpuh di hadapan Rabbul Jalil, Allah S.W.T.

Lepaskan selimut kesombongan yang menghalangi dari rahmat dan maghfirah-Nya.

Kuberikan khabar gembira bagi yang berdosa, lalai dan berlebih-lebihan, agar segera berhenti dari perbuatan kemaksiatannya itu.
Saudaraku yang tercinta, siapakah diantara kita yang tak berdosa,

siapa diantara kita yang tidak bersalah kepada Tuhannya? Sama sekali tidak ada, seharipun kita tidak bisa seperti malaikat yang selalu taat dan tidak berbuat maksiat sedikitpun.
Datangilah masjid dan beribadahlah di dalamnya,

tegakkanlah shalat lima waktu,

puasalah di bulan Ramadhan,

tunaikan haji jika engkau telah mampu,

zakatilah harta dan jiwamu,

bimbinglah anak-anakmu dengan Al-Islam,

jauhkan dirimu dan keluargamu dari bacaan/majalah/tabloid porno.
Insyafilah semua dosa-dosa, serta ingatlah ….

Pintu taubat masih terbuka lebar untukmu, rahmat dan maghfirah Allah S.W.T sangatlah luas, lebih luas dari lautan dosa. Ketahuilah bahwa Allah Y sangat senang dengan taubatmu.

Ingatlah firman Allah s.W.T:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan hatinya.”
Rasulullah u menyampaikan satu nasehat yang mana satu nasehat ini cukup untuk menasehati setiap manusia:
“Cukuplah dengan adanya kematian sebagai penasehat (bagi kita).”
Saudaraku….,

Renungkanlah baik-baik risalah ini dengan pena kerinduan dan tinta air mata.

Kembalilah kepada Allah Y dan Rasul-Nya u dengan manhaj (cara) yang benar.

Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan-Nya dan sekuat-kuatnya untuk menjauhi larangan-Nya. Berusahalah untuk memelihara ketundukan, tawadhu’ dan syukur atas nikmat-Nya yang akan mengajakmu menuju pintu ketenangan dan kebahagiaan.

Berhiaslah dengan amal shaleh dan keindahan akhlaqul karimah.

Semuanya akan mempertanggungjawabkan amalannya sendiri-sendiri, maka beramal-lah!
Allah Y berfirman:
“Maka barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kebaikan, niscaya akan melihat ganjarannya. Dan barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kemaksiatan, niscaya akan melihat siksanya.” (Az-Zalzalah: 7-8) Wallahu a’lam.